Auditor BPK RI Yohanes Binur Haryanto Manik diperiksa sebagai terdakwa kasus suap Rp 2,9 miliar dari sejumlah kontraktor di Sulawesi Selatan (Sulsel). Yohanes pun menceritakan momen kepanikan para terdakwa usai Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (NA) dan eks Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Terdakwa Yohanes hadir secara virtual dalam sidang yang digelar di Ruang Harifin A Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (21/3/2023). Dalam kesaksiannya, terdakwa Yohanes mengungkap 11 kontraktor membayar dana partisipasi 1 persen dari nilai kontrak proyek yang mereka kerjakan. Dana itu untuk mengurangi temuan BPK.
“Berapa nilai total uang yang dikumpulkan dari permintaan dana 1 persen?” tanya jaksa kepada terdakwa Yohanes di persidangan.
Terdakwa Yohanes pun menjawab bahwa jumlahnya mencapai Rp 3 miliar 251 juta. Yohanes mengatakan mantan Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat selaku orang yang dipercayakan mengumpulkan dana partisipasi itu menerima komisi 10 persen sehingga uang suap tersisa sekitar Rp 2,9 miliar.
“Sisanya Rp 2 miliar Rp 971 juta,” ungkap Yohanes.
2 Terdakwa Kasus Dugaan Suap Auditor BPK RI Diperiksa Hari Ini
Uang Suap Rp 2,9 M Diamankan ke Rumah Teman Terdakwa
Jaksa sempat menanyakan uang Rp 2,9 miliar tersebut dibawa ke mana setelah diperoleh dari Edy Rahmat. Menurut Yohanes, uang itu dipindahkan ke rumah pria bernama Arfa Anwar yang merupakan teman dari terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin.
“Dipindahkan ke Arfa. Temannya Wahid,” kata Yohanes.
Menurut Yohanes, Arfa merupakan seorang kontraktor. Jaksa pun menanyakan siapa yang membuat keputusan memindahkan uang suap tersebut.
“Siapa yang menyampaikan ke saudara yang 2 M (lebih) ini dipindahkan dari mess ke rumahnya Arfa Anwar?” tanya jaksa.
Menurut Yohanes, terdakwa Wahid lah yang menyampaikan uang Rp 2,9 M itu telah dipindahkan ke rumah temannya. Terdakwa Wahid panik karena Edy Rahmat dan Nurdin Abdullah terjaring OTT pada Februari 2021 silam.
“Panik waktu itu. Karena OTT pak Edy Rahmat dan gubernur,” kata Yohanes.
“Kapan kejadiannya? Pemindahan uang itu tidak lama setelah OTT?” timpal jaksa.
Yohanes pun membenarkannya. Semua uang suap dari kontraktor dipindahkan ke rumah Arfa Anwar tak lama setelah OTT terjadi.
4 Auditor BPK RI Didakwa Terima Suap Rp 2,9 M
Gumilar Cs sebelumnya didakwa menerima suap Rp 2,9 miliar. Suap diterima terdakwa dari sejumlah kontraktor di era Nurdin Abdullah (NA) menjabat.
Jaksa menyebut para terdakwa total menerima Rp 2.917.000.000,00 dari sejumlah kontraktor melalui perantara mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat.
“(Total suap) seluruhnya Rp 2.917.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus tujuh belas juta rupiah),” ujar jaksa di persidangan.
Jaksa menjelaskan, keempat terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa penerimaan uang dari Edy Rahmat yang bersumber dari para kontraktor yaitu John Theodore, Petrus Yalim, Mawardi bin Pakki alias Haji Momo, Andi Kemal Wahyudi, Rudi Hartono, Yusuf Rombe, Robert Wijoyo, Hendrik Tjuandi, Loekito Sudirman, Herry Wisal, Rendy Gowary, Andi Sudirman.
“Para terdakwa selaku Pemeriksa pada BPK RI mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah tersebut diberikan terkait pemeriksaan LKPD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020 di Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya,” tutur Asri.
“Pemberian uang sejumlah Rp 2.917.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus tujuh belas juta rupiah) tersebut berhubungan dengan jabatan para terdakwa selaku Pemeriksa pada BPK RI yang dapat mengkondisikan atau mengatur hasil temuan pemeriksaan LKPD Tahun Anggaran 2020 pada Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan di Dinas PUTR Sulsel,” katanya.
Oleh sebab itu, perbuatan para terdakwa disebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Perbuatan para terdakwa juga melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.